CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS

Minggu, 15 Maret 2009

Sekali Peristiwa di Banten Selatan

Judul : Sekali Peristiwa di Banten Selatan.
Penulis : Pramoedya Ananta Toer.
Penerbit : Lentera Dipantara, Jakarta, 2006.
Tebal : 126 halaman.

Buku ini bersetting Banten selatan, ketika ada pembrontakan DI. Pramoedya menceritakan kemelut daerah itu akibat pembrontakan DI. Tokoh utamanya Ranta seorang buruh miskin. Perawakannya gagah tapi karena miskin kurang gizi dan tinggal di gubuk bambu. Istrinya bernama Ireng yang sering mengeluh atas kemiskinan dan kacaunya keamanan akibat perang. Suatu hari datang juragan Musa yang makmur dan selalu berpakaian rapi. Dia memberi uang seringgit dan memaksa Ranta mencuri bibit karet dan teh dari perkebunan. Malam harinya Ranta berhasil mencuri bibit tapi Musa tidak mau memberi tambahan upah. Musa bahkan merampas bibit dan mengancam akan melaporkan Ranta.
Ranta sudah lama tidak suka dengan Musa tapi tidak berdaya menolak keinginannya. Suatu hari ketika Musa datang lagi Ranta tidak bisa menahan amarahnya. Musa takut lalu lari. Tas dan tongkatnya ketinggalan. Inilah awal masalah bagi Musa.
Di rumah Nyonya Musa dikejutkan dengan kedatangan Musa yang lantas marah marah dengan istrinya sampai bertengkar. Kemudian datang Djameng anak buah Musa melapor bahwa komandan sedang pergi ke kota dan bahwa dia melihat Ranta membawa tongkat dan tas Musa. Setelah itu datang Pak Kasan dan Rodjali pembantu Musa. Kasan ini punya senjata dan anak buah. Musa perintahkan dia untuk memberesi Ranta.
Dalam pertengkaran itu Musa mengaku sebagai seorang petinggi DI. Istrinya tambah marah karena orang tuanya adalah korban DI. Musa kaget ketika mendadak komandan masuk. Dia sudah lama curiga karena Musa tidak pernah diganggu DI sedangkan orang lain sudah pernah. Lagipula dia tadi mendengar sendiri pengakuan Musa. Dia juga mendapatkan tas Musa yang berisi surat surat penting DI. Musa tentu saja membantah.
Di tengah pertengkaran terdengar suara burung yang menjadi kode DI. Segera pasukan bersembunyi di balik pintu. Tidak lama kemudian datang rombongan orang dipimpin oleh Lurah. Dia menyebut Musa Residen (pimpinan wilayah). Dia melapor bahwa komandan pergi cuti ke kota dengan tiga orang dan bahwa di markas tentara hanya ada sepuluh orang. Dia juga mengusulkan agar malam itu menyerang markas tentara dengan duapuluh orang. Karena di bawah ancaman Musa berlagak tidak tahu apa apa.
Setelah Lurah pergi komandan dan pasukannya muncul lagi melanjutkan pemeriksaan kepada Musa. Meskipun sudah terpojok Musa masih saja membantah. Terdengar lagi suara burung kode DI. Kemudian datang lagi Kasan. Dia melapor bahwa Ranta tidak ada di rumah dan dia tidak menemukan tongkat dan tas Musa. Dia juga sudah membakar rumah ranta. Lagi lagi Musa membantah, tapi Kasan malah menyatakan bahwa Musalah yang memberi perintah pembakaran rumah dan melakukan perang urat sayaraf. Waktu itulah komandan dan pasukannya muncul menangkap semua anggota gerombolan. Ketika kemudian Ranta muncul komandan lalu mengangkatnya menjadi lurah sementara.
Di lain hari komandan menemui lurah Ranta untuk membahas situasi keamanan yang terancam oleh gerombolan si Oneng. Ranta yang mantan Heiho siap membantu mengorganisir pertahanan rakyat. Dia mengerahkan pemuda untuk mambantu tentara. Ketika istri Musa pamit pulang ke Sukabumi Ranta paparkan kebusukan Musa. Dulu Musa miskin juga. Ketika jaman Jepang Musa mengakali orang yang berangkat romusha. Mereka disuruh tanda tangan yang ternyata penyerahan tanah mereka. Kemudian pengalaman dia dan orang lain yang dipaksa mencuri bibit karet dan teh dari perkebunan.
Beberapa waktu kemudian terjadi tembak menembak di malam hari. Terdengar suara gedoran di rumah Ranta ketika dia pergi sedangkan istrinya hanya dengan Rodjali dan istri Musa yang terjebak tidak bisa pulang. Ireng dan Rodjali melawan dan berhasil menewaskan dua orang sehingga memukul mundur penyerang. Sementara itu komandan juga berhasil mengalahkan gerombolan.
Tiga bulan kemudian penduduk desa dan tentara bergotong royong membangun sekolah. Di antara waktu kerja itu terjadi dialog mengenai persoalan yang dihadapi masyarakat. Dialog sangat hidup, banyak usulan diajukan. Pada pokoknya mereka sepakat bekerja sama untuk memajukan pertanian dan transportasi untuk memasarkan produk pertanian mereka. Nyonya Musa beretekad tidak jadi pulang karena dia mau mengajar baca tulis di desa itu. Dia juga punya solusi dengan mengusulkan tanah liar digarap ramai ramai. Bagian terakhir melukiskan kebulatan tekad mereka untuk bersatu dan bekerja keras untuk kemajuan desa dan anak cucu mereka.
Pramoedya dengan cukup indah melukiskan konflik yang menyengsarakan rakyat. Meskipun demikian dengan menyatunya semua unsur masyarakat tercipta kekuatan yang mampu mengatasi masalah keamanan. Di bagian terakhir agaknya Pramoedya mengutarakan masyarakat impiannya. Dialog antara lurah, penduduk desa dengan tentara mengenai permasalahan mereka barangkali menyimbolkan masyarakat terbuka dan demokratis di mana ada dialog antara rakyat dan penguasa. Kebijakan pemerintah dibuat melalui penjaringan aspirasi rakyat. Lurah Ranta mungkin simbol pemimpin yang berasal dari rakyat yang setelah naik tetap mendengarkan dan pro rakyat. Komandan menyimbolkan militer yang juga bekerja sebagai pelindung dan bahkan memecahkan masalah masyarakat seperti disimbolkan dengan menyediakan truk. Nyonya Musa mungkin menjadi simbol kaum cendekiawan yang seharusnya ikut memikirkan masalah masyarakatnya dan meneteskan ilmu ke bawah. Ireng adalah simbol kaum perempuan yang juga berperan dalam kesejahteraan rakyat.
*

0 comments: