CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS

Jumat, 19 September 2008

Gadis Pantai

Judul : Gadis pantai, 2002.
Penulis : Pramoedya Ananta Toer.
Tebal : 270 halaman.

Inilah potret nasib buruk kaum perempuan desa di bawah feodalisme Jawa selama beberapa abad bahkan mungkin sampai abad 21 ini. Tokoh utamanya hanya disebut Gadis pantai, anak perempuan seorang nelayan miskin. Walau tanpa nama dia mewakili segolongan kaum wanita dari keluarga desa yang miskin dan tidak berpendidikan. Settingnya adalah kabupaten Rembang di pantai utara Jawa pada awal abad 20.
Suatu hari di umur empatbelas tahun dia dikawini oleh seorang pribumi pejabat pemerintah kolonial yang tidak dia kenal. Apa yang dia tahu hanyalah dia harus taat dan hormat pada suaminya yang dipanggil bendoro (sebutan kehormatan untuk kaum feodal Jawa). Sampai menikah dan punya anakpun dia tidak memiliki hubungan hati ke hati dengan suaminya. Tidak ada hubungan manusiawi. Di rumah tempat tinggalnya ada bagian di mana dia tidak pernah menginjakkan kaki, bahkan masih ada ruangan yang baginya tetap asing selamanya. Di rumah kabupaten itu ada beberapa anak yang tidak ada ibunya karena mereka sudah dicerai sedangkan anak anak itu diasuh pembantu.
Suatu hari datang Mardinah, seorang pelayan baru. Dia anak seorang jurutulis dari kota. Sikapnya berani kepada Gadis pantai karena dia merasa memiliki status sosial lebih tinggi. Belakangan terungkap bahwa dia diutus bendoro putri bupati demak untuk mengupayakan agar anak bendoro putri bisa dikawini oleh suami Gadis pantai. Mardinah diberi janji apabila berhasil maka dia akan diambil jadi istri kelima.
Secara ekonomi dan sosial memang gadis pantai mengalami kemajuan. Dia naik kelas sosial dan ekonomi. Ketika dia diberi ijin pulang ke desanya untuk menegok orang tuanya, orang se desa menyambut meriah dan memperlakukannya dengan istimewa. Dia biayai pesta dan dia beri kain kepada tetua kampung.
Suatu saat Gadis pantai hamil dan beberapa bulan kemudian melahirkan seorang anak perempuan. Jenis kelamin perempuan ini membuat suaminya kecewa. Tidak lama kemudian orang tua Gadis pantai datang menjenguk anak cucunya. Bendoro memanggil bapak Gadis pantai ke dalam rumah. Ketika keluar wajahnya sudah suram karena Gadis pantai sudah dicerai ! Bendoro memberi uang dan dia harus membawa Gadis pantai meninggalkan rumah bendoro segera, sedangkan bayinya harus ditinggal dan akan di asuh pembantu. Sampai di rumah Gadis pantai tidak mau tinggal. Dia memilih pergi entah ke mana membawa luka hatinya. Selama sebulan dia masih sering lewat depan rumah bendoro, menatap ke dalam tapi tidak berani masuk.
Kisah ini barangkali diilhami oleh kisah keluarganya. Ketika diwawancara majalah Time beberapa tahun lalu Pram mengungkapkan bahwa ada dua orang perempuan yang mempengaruhi hidupnya yaitu ibunya dan neneknya dari ibu. Kakeknya adalah seorang pegawai pemerintah kolonial yang menikahi seorang perempuan desa. Tapi perkawinan itu tidak berjalan lama. Neneknya lalu dicerai. Dia lalu pergi dari desanya. Suatu hari ketika ibunya sudah dewasa ada seorang nenek yang berjual beli barang bekas datang untuk bertransaksi. Setelah mereka ngobrol baru ketahuna bahwa itu adalah nenek Pram, ibu kandung ibunya !
*

0 comments: