CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS

Jumat, 27 Maret 2009

How I Become A Writer

How I Become A Writer

Selasa, 24 Maret 2009

Golden Triangle versus Golden Bridge in Indonesian Presidential Race

Golden Triangle versus Golden Bridge in Indonesian Presidential Race

Some Obstacles to Indonesian Election

Some Obstacles to Indonesian Election

Rabu, 18 Maret 2009

Cerita Calon Arang versi Pramudya

CERITA CALON ARANG
Judul : Cerita Calon Arang / The King, The Witch and The Priest , 2002
Penulis : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit : Lentera Dipantara, Jakarta, 2003.
Tebal : 92 halaman.

Setting cerita adalah Jawa timur sekitar tahun 1100. Ada sebuah kerajaan bernama Kediri (dulu Daha) yang diperintah oleh Prabu Erlangga. Di bawah pemerintahan Erlangga rakyat hidup makmur sejahtera sampai ke desa desa.
Di desa Girah ada seorang janda bernama Calon Arang. Dia memiliki seorang anak perempuan cantik bernama Ratna Manggali. Calon Arang adalah seorang dukun yang terkenal sakti tapi jahat sehingga dia ditakuti oleh masyarakat. Karena itu sampai usia patut kawin Ratna Manggali belum dilamar orang. Akibatnya Calon Arang menjadi marah kepada masyarakat dan bertekad membalas dendam.
Suatu hari dia memuja Batari Durga untuk meminta agar dia bisa menyebarkan penyakit kepada masyarakat untuk membunuh sebanyak banyaknya orang. Batari Durga setuju asal jangan sampai mengenai ibu kota. Tenung disebarkan menjadi wabah penyakit yang menelan banyak korban. Kematian terjadi di mana mana.
Keganasan Calon Arang semakin meluas akibatnya rakyat makin takut dan sengsara. Akhirnya berita buruk itu sampai kepada raja. Beliau lalu memutuskan mengirim pasukan untuk menumpas Calon Arang di Girah. Sayang serangan pasukan kerajaan dengan mudah dipatahkan oleh Calon Arang bahkan kepala pasukan mati. Setelah itu serangan wabah semakin ganas.
Raja lantas memanggil para penasehatnya. Pendeta penasehat mengatakan bahwa hanya ada satu orang yang mampu mengatasi masalah ini yaitu Empu Baradah yang tinggal di desa Lemah Tulis. Dia adalah seorang pendeta berilmu tinggi dan penolong. Dia menyanggupi perintah raja untuk memadamkan wabah dan menaklukkan Calon Arang.
Empu Baradah menyarankan agar Ratna Manggali dikawinkan dengan muridnya yang bernama Empu Bahula. Empu Bahula lantas melamar Ratna Manggali. Pesta perkawinan dilaksanakan dengan sangat meriah. Setelah menikah Empu Bahula mulai menyelidiki kelemahan Calon Arang. Ratna Manggali mengungkapkan bahwa ibunya punya sebuah kitab rahasia sumber kesaktiannya. Ketika Calon Arang lengah kitab itu diambil lalu diserahkan kepada Empu Baradah. Sebenarnya kalau Calon Arang melaksanakan ilmunya dengan benar dia akan sangat berjasa kepada masyarakat dengan ilmunya. Setelah tahu rahasia ilmunya Empu Baradah mendatangi tempat tempat yang terkena wabah dan menyembuhkan mereka dengan mantra mantranya. Akhirnya dia bertemu dengan Calon Arang. Bentrokan terjadi dan Calon Arang mati. Rakyat terbebas dari wabah penyakit dan hidup dalam kemakmuran dan kebahagiaan kembali.
*

Selasa, 17 Maret 2009

Nasib Malang seorang wanita

MIDAH SI MANIS BERGIGI EMAS
Judul : Midah si manis bergigi emas.
Penulis : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit : Lentera Dipantara, Jakarta 2003.
Tebal : 132 halaman.

Buku Pramoedya ini menggambarkan penderitaan kaum perempuan karena perlakuan buruk kaum laki laki. Midah seorang gadis manis anak Haji Abdul pedagang dari kampung Cibatok tapi sudah tinggal di Jakarta. Haji Abdul, penggemar Umi Kalsum, memperlakukan anaknya dengan keras. Suatu hari dia tega memukulnya ketika dia tahu Midah mendengarkan kroncong karena dia menganggap lagu kroncong adalah haram.
Midah dikawinkan dengan Haji Terbus dari kampung Cibatok. Orangnya gagah, makmur, tegap, berkumis lebat dan bermata tajam. Sayang Midah baru tahu istrinya sudah banyak ketika dia sudah hamil tiga bulan. Midahpun lari dari suaminya. Tidak berani langsung ke rumah orang tuanya, Midah menuju rumah Riah, pembantunya dulu. Riah menyampaikan kabar ini kepada haji Abdul. Reaksinya marah sehingga Midah terpaksa pergi. Dia lantas bertemu dan bergabung dengan sebuah kelompok pengamen keroncong. Dalam keadaan hamil Midah, yang dipanggil si manis, ikut berkeliling untuk menyanyi.
Di tengah kesulitan – tidak punya uang dan tidak punya suami- Midah melahirkan anaknya. Bidan dan karyawan rumah sakit memperlakukannya dengan sinis dan kejam. Ketika mau keluar, bayinya telanjang, tidak diberi pakaian apapun. Di penginapan tempat rombongan pengamen tidur dia disambut dengan dingin. Tapi kepala rombongan mau mengawininya. Midah bingung karena dia belum resmi cerai. Dia menolak sehingga dia dibenci.
Ketika sedang menyusi anaknya Midah bertemu Riah. Midah tidak mau diajak pulang. Riah mengikuti dan melihat bagaimana anak mantan majikannya mengamen keliling. Untuk memenangkan persaingan dengan Nini penyayi lain di rombongan, Midah pasang gigi emas. Akibatnya konflik menajam dan dia tinggalkan rombongan itu.
Berita tentang Midah sampai ke Haji Abdul yang sudah surut usahanya. Dia terguncang. Dengan sedih dicarinya Midah ke berbagai tempat. Sayang usahanya gagal sehingga dia jatuh sakit. Siang malam Haji Abdul tenggelam dalam zikir.
Midah menyanyi di daerah Jatinegara. Suatu hari Midah bertemu seorang polisi bernama Ahmad. Dia melatih Midah menyayi. Midah mulai merasa mencintai nya sampai mereka berbuat terlalu jauh.
Midah akhirnya menyayi di radio. Orang tuanya mendengarkan. Ibunya lantas mencarinya. Akhirnya dia temukan rumah Midah. Ketika dia datang hanya bertemu Rodjali anak Midah. Rodjali dibawanya pulang.
Suatu hari Midah sampaikan pada Ahmad bahwa dia sudah hamil. Tapi Ahmad menolak mengakui karena dia yakin midah punya banyak pacar. Midah terpaksa pulang dan mengakui keadaannya.
Beberapa lama di rumah orang tuanya Midah memutuskan pergi lagi. Rodjali ditinggal dan dengan anak dalam kandungannya dia pergi. Kecantikannya, kepandaiannya menyayi dan kewanitaannya dijadikan sumber rejekinya dengan melanggar segala norma ajaran orang tuanya. Dia menjadi penyayi, bintang film dan lebih lagi.
Midah adalah korban laki laki. Ayahnya memperlakukannya terlalu keras. Suaminya tidak benar benar memperhatikannya. Ahmad hanya ingin kenikmatan dari dia. Orang lain juga hanya menginginkan kecantikannya.
*

Minggu, 15 Maret 2009

Sekali Peristiwa di Banten Selatan

Judul : Sekali Peristiwa di Banten Selatan.
Penulis : Pramoedya Ananta Toer.
Penerbit : Lentera Dipantara, Jakarta, 2006.
Tebal : 126 halaman.

Buku ini bersetting Banten selatan, ketika ada pembrontakan DI. Pramoedya menceritakan kemelut daerah itu akibat pembrontakan DI. Tokoh utamanya Ranta seorang buruh miskin. Perawakannya gagah tapi karena miskin kurang gizi dan tinggal di gubuk bambu. Istrinya bernama Ireng yang sering mengeluh atas kemiskinan dan kacaunya keamanan akibat perang. Suatu hari datang juragan Musa yang makmur dan selalu berpakaian rapi. Dia memberi uang seringgit dan memaksa Ranta mencuri bibit karet dan teh dari perkebunan. Malam harinya Ranta berhasil mencuri bibit tapi Musa tidak mau memberi tambahan upah. Musa bahkan merampas bibit dan mengancam akan melaporkan Ranta.
Ranta sudah lama tidak suka dengan Musa tapi tidak berdaya menolak keinginannya. Suatu hari ketika Musa datang lagi Ranta tidak bisa menahan amarahnya. Musa takut lalu lari. Tas dan tongkatnya ketinggalan. Inilah awal masalah bagi Musa.
Di rumah Nyonya Musa dikejutkan dengan kedatangan Musa yang lantas marah marah dengan istrinya sampai bertengkar. Kemudian datang Djameng anak buah Musa melapor bahwa komandan sedang pergi ke kota dan bahwa dia melihat Ranta membawa tongkat dan tas Musa. Setelah itu datang Pak Kasan dan Rodjali pembantu Musa. Kasan ini punya senjata dan anak buah. Musa perintahkan dia untuk memberesi Ranta.
Dalam pertengkaran itu Musa mengaku sebagai seorang petinggi DI. Istrinya tambah marah karena orang tuanya adalah korban DI. Musa kaget ketika mendadak komandan masuk. Dia sudah lama curiga karena Musa tidak pernah diganggu DI sedangkan orang lain sudah pernah. Lagipula dia tadi mendengar sendiri pengakuan Musa. Dia juga mendapatkan tas Musa yang berisi surat surat penting DI. Musa tentu saja membantah.
Di tengah pertengkaran terdengar suara burung yang menjadi kode DI. Segera pasukan bersembunyi di balik pintu. Tidak lama kemudian datang rombongan orang dipimpin oleh Lurah. Dia menyebut Musa Residen (pimpinan wilayah). Dia melapor bahwa komandan pergi cuti ke kota dengan tiga orang dan bahwa di markas tentara hanya ada sepuluh orang. Dia juga mengusulkan agar malam itu menyerang markas tentara dengan duapuluh orang. Karena di bawah ancaman Musa berlagak tidak tahu apa apa.
Setelah Lurah pergi komandan dan pasukannya muncul lagi melanjutkan pemeriksaan kepada Musa. Meskipun sudah terpojok Musa masih saja membantah. Terdengar lagi suara burung kode DI. Kemudian datang lagi Kasan. Dia melapor bahwa Ranta tidak ada di rumah dan dia tidak menemukan tongkat dan tas Musa. Dia juga sudah membakar rumah ranta. Lagi lagi Musa membantah, tapi Kasan malah menyatakan bahwa Musalah yang memberi perintah pembakaran rumah dan melakukan perang urat sayaraf. Waktu itulah komandan dan pasukannya muncul menangkap semua anggota gerombolan. Ketika kemudian Ranta muncul komandan lalu mengangkatnya menjadi lurah sementara.
Di lain hari komandan menemui lurah Ranta untuk membahas situasi keamanan yang terancam oleh gerombolan si Oneng. Ranta yang mantan Heiho siap membantu mengorganisir pertahanan rakyat. Dia mengerahkan pemuda untuk mambantu tentara. Ketika istri Musa pamit pulang ke Sukabumi Ranta paparkan kebusukan Musa. Dulu Musa miskin juga. Ketika jaman Jepang Musa mengakali orang yang berangkat romusha. Mereka disuruh tanda tangan yang ternyata penyerahan tanah mereka. Kemudian pengalaman dia dan orang lain yang dipaksa mencuri bibit karet dan teh dari perkebunan.
Beberapa waktu kemudian terjadi tembak menembak di malam hari. Terdengar suara gedoran di rumah Ranta ketika dia pergi sedangkan istrinya hanya dengan Rodjali dan istri Musa yang terjebak tidak bisa pulang. Ireng dan Rodjali melawan dan berhasil menewaskan dua orang sehingga memukul mundur penyerang. Sementara itu komandan juga berhasil mengalahkan gerombolan.
Tiga bulan kemudian penduduk desa dan tentara bergotong royong membangun sekolah. Di antara waktu kerja itu terjadi dialog mengenai persoalan yang dihadapi masyarakat. Dialog sangat hidup, banyak usulan diajukan. Pada pokoknya mereka sepakat bekerja sama untuk memajukan pertanian dan transportasi untuk memasarkan produk pertanian mereka. Nyonya Musa beretekad tidak jadi pulang karena dia mau mengajar baca tulis di desa itu. Dia juga punya solusi dengan mengusulkan tanah liar digarap ramai ramai. Bagian terakhir melukiskan kebulatan tekad mereka untuk bersatu dan bekerja keras untuk kemajuan desa dan anak cucu mereka.
Pramoedya dengan cukup indah melukiskan konflik yang menyengsarakan rakyat. Meskipun demikian dengan menyatunya semua unsur masyarakat tercipta kekuatan yang mampu mengatasi masalah keamanan. Di bagian terakhir agaknya Pramoedya mengutarakan masyarakat impiannya. Dialog antara lurah, penduduk desa dengan tentara mengenai permasalahan mereka barangkali menyimbolkan masyarakat terbuka dan demokratis di mana ada dialog antara rakyat dan penguasa. Kebijakan pemerintah dibuat melalui penjaringan aspirasi rakyat. Lurah Ranta mungkin simbol pemimpin yang berasal dari rakyat yang setelah naik tetap mendengarkan dan pro rakyat. Komandan menyimbolkan militer yang juga bekerja sebagai pelindung dan bahkan memecahkan masalah masyarakat seperti disimbolkan dengan menyediakan truk. Nyonya Musa mungkin menjadi simbol kaum cendekiawan yang seharusnya ikut memikirkan masalah masyarakatnya dan meneteskan ilmu ke bawah. Ireng adalah simbol kaum perempuan yang juga berperan dalam kesejahteraan rakyat.
*