CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS

Selasa, 05 Agustus 2008

Amin Rais Selamatkan Indonesia

Judul Buku : Agenda Mendesak : Selamatkan Indonesia
Penulis : Amin Rais.

Bab I Sejarah Berulang.

Menurut Amin Rais apa yang kita alami dan saksikan dalam beberapa dasawarsa terakhir abad 20 dan dasawarsa pertama abad 21, dalam beberapa hal, adalah pengulangan dari pengalaman kita di masa penjajahan kompeni dan pemerintah belanda di masa lalu. Bedanya hanya dalam formatnya saja. Dulu Belanda memakai kekuatan militer, sekarang tidak lagi tapi kita sudah kehilangan kemandirian, dan kedaulatan ekonomi. Kita tergantung dan menggantungkan diri pada kekuatan asing. Oleh karena itu Amin menghimbau kita agar belajar dari sejarah agar kita tidak jatuh karena kesalahan yang sama.


VOC mampu menjajah kita sampai ratusan tahun karena didukung pemerintah Belanda secara politik dan militer. Dukungan bank dan media massa dan publikasi juga sudah ada. Dukungan intelektual antara lain dari Snouck Hurgronje. Sayang selain itu ada juga penguasa pribumi yang membela mereka seperti Amangkurat I dan II dari mataram. Mereka justru mempermudah jatuhnya wilayah kita ke tangan Belanda.

Akibat penjajahan selama ratusan tahun itu masih terasa sampai sekarang berupa mental inlander yang merasa rendah diri terhadap asing.

Bab II Globalisasi Makin Layu.

Globalisasi pada pokoknya berarti proses interkoneksi yang terus meningkat di antara berbagai masyarakat sehingga kejadian yang berlangsung di sebuah negara mempengaruhi negara dan masyarakat lainnya. Dalam proses ini terjadi internasionalisasi, leberalisasi, universalisasi, westernisasi (modernisasi) dan deteritorialisasi.
Ada tiga pilar globalisasi yaitu IMF, World Bank dan WTO. Mereka menjalankan tugas berdasarkan konsep Washington Consensus dari John Williamson yang menyarankan agar negara berkembang melakukan perubahan dalam sepuluh hal berikut :
1. Perdaganagn bebas.
2. Liberalisasi pasar modal.
3. Nilai tukar mengambang.
4. Angka bunga ditentukan pasar.
5. Deregulasi pasar.
6. Transfer aset dari sektor publik ke sektor swasta.
7. Fokus ketat dalam pengeluaran publik pada berbagai target pembangunan sosial.
8. Anggaran berimbang.
9. Reformasi pajak.
10.Perlindungan atas hak milik dan hak cipta.

Globalisasi menjanjikan dunia yang lebih baik terutama dalam politik ekonomi. Demokrasi dijanjikan akan berkembang yang akan melenyapkan nasionalisme sempit, menggusur kediktatoran, rasisme dan kekerasan politik. Di ekonomi pasar akan tumbuh dahsyat dan akan emnguntungkan seluruh masyarakat. Kemakmuran akan merata dan umat manusia akan bahagia. Tapi ternyata janji itu tidak terbukti. Globalisasi makin layu karena imperialisme ekonomi lebih dominan.

Noam Chomski mengatakan bahwa globalisasi berubah menjadi tirani, oligarkhi dan oligopoli. Henry Veltmeyer mengkritik bahwa globalisasi pada dasarnya adalah imperialisme ekonomi.

Globalisasi melahirkan kesenjangan negara kaya dan miskin dan menciptakan sistem ekonomi yang eksploiatatif, dan menghilangkan kedaulatan negara yang lemah pertahanan nasionalnya seperti Indonesia.

Bab III : Kritik Tajam dari dalam.

Kata Joseph Stiglitz ekonomi pasar bebas tidak akan pernah menghasilkan efisiensi karena adanya informasi asimetris dari pelaku pasar. Keterbukaan ekonomi dan liberalisasi juga dia koreksi. Negara negara yang membuka dirinya bagi perdagangan bebas, menderegulasi pasar uang dan menjual BUMN justru mundur. Negara berkembang justru emnjadi korban liberalisasi modal dan keuangan.


IMF berperan sebagai kolonialis. IMF memaksa negara negaar mengadopsi kebijakan yang tidak pro kepentinagn mereka sendiri. Pemaksaan privatisasi cepat misalnya malah memperburuk ekonomi dan ada dampak buruk sosial politknya.

IMF dan Bank Dunia yang didominasi AS sudah menjadi instrumen politik luar negri AS yang merugikan negara berkembang.

WTO juga menguntungkan negara maju dan menekan negara berkembang. Petani di negara maju disubsidi tapi di negara berkembang tidak boleh disubsidi. AS berkotbah tentang keterbukaan pasar tapi ketika industri dalam negrinya terancam impor dia membentuk kartel baja dan aluminium. As emndorong liberalisasi jasa keuangan tapi menentang liberalisasi sektor jasa pada umumnya, termasuk maritim. Agenda WTO curang sehingga mempersulit negara berkembang.

Kata Stiglitz ada lima kelemahan kunci sehingga globalisasi tidak emmberi manfaat bagi kebanyakan masyarakat dunia. Pertama ada aturan main yang tidak fair yang menguntungkan negaar kaya dan korporasi. Kedua terlalu mengunggulkan nilai material di atas nilai lainnya. Ketiga aturan perdagangan dunia menenggelamkan kedaulatan negaar miskin. Keempat pertumbuhan ekonomi berdasar hukum pasar hanya menguntungkan sebagian orang dan memperlebar kesenjangan. Kelima model Amerika yang dipaksakan atas negara miskin merusak dan menimbulkan kebencian atau perlawanan.

Posisi Indonesia.
Stiglitz menyarankan agar Indonesia keluar dari kungkungan pemahaman keliru atas globalisasi dan memiliki agenda baru. Liberalisasi pasar modal yang kita praktekkan bukanlah solusi. Ini bukan sumber pertumbuhan ekonomi tapi malah menciptakan ketidakstabilan. Agenda baru antaar lain land reform dan investasi di pendidikan dan yang paling penting adalah negosiasi ulang atas seluruh kontrak karya pertambangan yang merugikan Indonesia dan memberi keuntungan eksesif kepada korporasi asing. Jika pemerintah berani maka Indonesia akan memperoleh keuntungan jauh lebih besar. Saran Stiglitz lain adalah nasionalisasi eksplorasi migas.

Paling tidak ada empat alasan untuk menuntut renegosiasi seluruh kontrak karya pertambangan. Pertama, doktrin pacta sunt survanda harus dipahami sebagai satu kesatuan dengan doktrin rebus sic stantibus. Bila sebuah kontrak merugikan salah satu pihak, maka pihak yang dirugikan berhak merundingkan kembali kontrak perjanjian tersebut. Kedau pasal 1 ayat 2 The International rights covenant on civil and political rights yang intinya bahwa semua bangsa memiliki kebebasan untuk memanfaatkan sumber daya alamnya dan bahwa kerja sama ekonomi internasional harus berdasarkan pada prinsip saling untung dan hukum internasional.

Ketiga, tafsir atas Universal Declaration of Human rights bahwa melindungi dan memanfaatkan kekayaan alam milik kita untuk kita sendiri adalah salah satu hak azasi manusia. Tidak boleh ada seseorang yang dikungkung dalam perbudakan dan penghambaan.

Keempat, pasal 33 ayat 3 UUd 45:"Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar beear kemakmuran rakyat".

Bab IV  :  Pax Americana

Impian Pax Americana tumbuh pada masa Clinton.  Mereka ingin perlunya supremasi militer yang tak tertandingi oleh negara manapun.  PBB juga harus bisa dikuasai.  Cikal bakalnya adalah Defense Planning Guide dari tahun 1992 yang dirancang antara lain oleh Paul Wolfowitz mantan dubes AS di Indonesia.  Gagasan intinya adalah anggaran pertahanan harus diperbesar sehingga kesaktian militer AS tidak akan tertandingi siapapun.  Serangan pendahuluan dan pencegahan boleh dilakukan di manapun dan kapanpun bila memenuhi kepentingan global AS.  Amerika berhak mengintervensi konflik di mana saja walaupun tidak dalam kepentingan langsungnya apabila masih dalam kepentingan sekutunya atau demi memeiliohara stabilitas internasional.

Gagasan ini dikembangkan dalam Rebuilding America's Defenses pada September 2000.  Para tokohnya seperti Dick Cheney,  Paul Wolofowitz dan lain lain masuk ke pemerintahan Bush.  Pada 2002 Gedung Putih menerbitkan dokumen The National Security of the  United States of America.  Intinya diambilkan dari RAD.

Kritik terhadap Pax Americana

AS sedang dalam proses menurun karena langkahnya sendiri yang akan membawa akibat yang menyulitkannya.  Ekonomi AS akan melemah dan kawasan lain akan bangkit sehingga menyudutkannya.  Sudah saatnya para pemimpin AS belajar dari sejarah dan memperbaiki diri serta bersikap rendah hati.

Bab V  :  Korporatokrasi.

Korporatokrasi adalah sistem kekuasaan yang dikontrol oleh berbagai korporasi besar,  bank bank internasional dan pemerintahan.  Kata Perkins :  elit baru yang telah berketetapan hati untuk menguasai planet bumi.  Ada tujuh unsurnya sebagai berikut.

1.  Korporasi besar.

Mereka berambisi menguasai dan menguras kekayaan bumi dan membangun sistem atau mesin kekuasaan untuk menciptakan imperium global.  Tujuan mereka adalah laba maksimal dengan biaya dan waktu minimal.  Semua cara untuk mendapatkannya bisa ditempuh.  Akibatnya banyak terjadi skandal.  Mereka melakukan banyak kejahatan seperti corporate crime alias white collar crime yang lebih dahsyat daripada kejahatan jalanan.  Mereka mampu mendiktekan pembuatan undang undang.  Mereka juga memiliki kekuatan politik sehingga selalu menang bila dibawa ke proses hukum.  Banyak jaksa dan hakim membela korporasi dan menghindari keadilan.  Lembaga hukum yang ada umumnya tidak memiliki keberanian menjangkau kejahatan korporasi.

2.  Pemerintah.

Secara teoritis pemerintah lebih kuat daripada korporasi karena memiliki lembaga penegak hukum,  kekuatan militer dan legitimasi dari rakyat.  Kenyataannya banyak pemerintah yang tunduk pada korporasi.  Eksekutif,  legislatif dan yudikatif hormat dan takut pada korporasi.

Cara termudah korporasi menguasai pemerintah adalah dengan memberi dana kampanye kepada calon presiden  gubernur,  walikota,  bupati.  Setelah menang maka mereka akan membalas budi.  Cara lebih efektif korporasi Amerika menguasai pemerintah adalah alngsung menduduki pos pos kekuasaaan seperti dilakukan oleh Condoleezza Rice yang direktur Exxon dan Dick Cheney yang CEO halliburton dan Donald Rumsfeld dari ABB.  Bahkan Bush sendiri adalah mantan pengusaha minyak.  Itulah sebabnya oerebutan Irak disebabkan oleh ambisi minyak seperti kata Henry Kissinger dan Alan Greenspan.

3.  Perbankan dan Lembaga Keuangan Internasional.

IMF dan bank Dunia beperan sebagai instrumen untuk membela kapitalisme internasional,  mengupayakan keuntungan maksimal bagi korporasi besar dan melestarikan dominasi ekonomi Amerika.  Bank Dunia memberi bantuan mendanai proyek jalan,  waduk,  jembatan,  pembangkit listrik,  pelabuhan.  sekolah,  dan infrastruktur lain.  IMF membantu negara mencapai stabilitas finansial dan memberikan arahan (tekanan) apa yang harus dilakukan.  Negara penerima hutang harus tunduk pada syaratnya seperti menjual BUMN,  lupakan atau minimkan anggaran untuk kesehatan,  pendidikan,  perawatan anak,  dan dana pensiun.  Deregulasi,  membuka pasar untuk perdagangan bebas,  mengurangi subsidi industri lokal,  dan memperkecil tarif impor juga harus dilakukan.  Nilai tukar uang juga tidak boleh dipatok.  Ini semua bersumber dari Washington Consensus.

Penolakan terhadap resep itu datang dari berbagai kalangan seperti akademisi dan bahkan pemerintah seperti Hugo Chavez dari Venezuela,  Rafael Correra dari Ecuador,  Evo Morales dari Bolivia ,  Lula daSilva dari Brazil,  dan Nestor Kirchner dari Argentina.  Ternyata mereka malah mengalami kemajuan ekonomi.  Ekonomi Argentina lima tahun terakhir ini tumbuh 8,6% per tahun.  

4.  Militer.

Michael Chussudowski mengatakan bahwa militer Amerika memiliki tautan erat dengan lembaga lembaga keuangan internasional,  perusahaan minyak dan lain lain sehingga kepentinagn mereka identik.  Militer Amerika sudah menjadi sebuah pelayanan perlindungan minyak global.

5.  Media massa.

Meskipun dalam teori demokrasi media massa termasuk dalam wilayah demokrasi keempat,  dalam prakteknya mereka juga menjadi hamba korporasi.  Di Amerika sendiri media massa utama yang mampu membentuk opini publik telah menjadi alat kepentinagn korporasi.  Mereka menyuarakan kepentingan korporasi besar.  Ada empat filter bagi mereka.  Pertama ukuran,  kepemilikan,  dan orientasi profit.  Mereka dimiliki korporasi besar seperti General Electric,  Walt Disney,  Viacom,  AOL -Time Warner,  Carlyle Group,  Coca Cola dan lain lain.  Sudah ada beberapa wartawan yang dipecat akrena tidak tunduk kepada kepentinagn mereka.  Kedua,  kekuatan korporasi untuk memasang atau tidak emmasang iklan.  Koran membutuhkan penghasilan dari iklan jadi mereka lemah terhadap tekanan ini.  Ketiga adalah sumber berita seperti Gedung Putih,  Pentagon Deplu dan lain lain.  Filter keempat adalah flak alias kritik dan ancaman terhadap media massa.  Pers bebas dan penyeimbang kekuasaan eksekutif,  legislatif fan judikatif hanya tinggal teori.  Pada kenyataannya pers dikuasai korporasi sehingga menyuarakan kepentinagn mereka.  Pers bukan lagi jadi watchdog tapi jadi lapdog bahkan subservient and stupid dog.   

6.  Intelektual pengabdi kekuasaan.

Universitas juga ditaklukkan oleh korporasi dengan kekuatan uang.  Donasi korporasi diberikan dengan ikatan.  bantuan dana untuk riset dan lain lain adalah untuk tujuan korporat.  Kasus yang pernah terungkap adalah bantuan dari Joseph Ruthman foundation kepada Universitas Toronto,  Kanada.  Di Amerika ada neo-lib dan neo-cons yang masuk ke pemerintahan Bush.

7.  Elite nasional bermental inlander.

Negara berkembang yang bisa dijadikan komprador,  bawahan korporasi asing adalah negara yang pemimpinnya masih menderita penyakit mental.  Mereka merasa rendah diri dan kalah dengan asing.  Amin kawatir para pemimpin Indonesia masih menderita penyakit ini,  masih bermental inlander.  Orang yang berjiwa budak bersifat pasif,  menunggu perintah,  merasa nikmat dalam ketyergantungan.  Mental inlander terlihat dalam cara mengelola hutang,  hutan dan tambang,  termasuk pasir.  Akibatnya Indonesia terlilit hutang luar negri besar,  menjadi juara dunia penggundulan hutan,  dan kekayaan tambang kita dikuasai korporasi aing.  Pasir juga dikuasai asing untuk memperluas Singapura.

Bab VI :  Korupsi paling berbahaya :  State capture Corruption.

Korporasi asing menguasai Indonesia melalui State capture corruption atau state-hijacked corruption atau korupsi yang menyandera negara.   Kekuasaan negara di eksekutif,  legislatif dan judikatif telah menghamba pada kepentinagn asing dan melakukan korupsi paling besar dan berbahaya karena mempertaruhkan kedaulatan ekonomi,  kedaulatan politik dan bahkan kedaulatan pertahanan keamanan Indonesia.

Akibat korupsi ini kekayaan negara termasuk sumber daya alamnya dijarah siang malam selama puluhan tahun oleh korporasi asing dengan bantuan legalisasi,  rasionalisasi dan justifikasi pemerintah.

Zaman Habibie.

Diterbitkan UU no 10/1988 tentang perbankan.  UU ini mendorong salah satu agenda Washington Consensus yaitu liberalisasi sektor keuangan dan perdagangan.  Repotnya,  itu dilakukan tanpa persiapan jaring pengaman.  Pihak asing boleh memiliki saham bank sampai 99% di Indonesia,  lebih tinggi dari WTO yang 51%.  Dampaknya 6 dari 10 bank terbesar di Indonesia sudah dimiliki asing.  Mereka bisa memiliki dengan harga hanya 8-12 % dari total biaya rekapitalisasi dan restrukturalisasi yang dibiayai negara.  Negara masih harus membayar obligasi sebesar Rp50-60 trilyun per tahun sampai tahun 2030.

Zaman Megawati.

Diterbitkan UU no 19/2003 tentang BUMN.  Dalam bab umum,  butir II,  alinea pertama ada kalimat "BUMn juga merupakan salah satu sumber negara yang signifikan dalam bentuk berbagai jenis pajak,  dividen dan hasil privatisasi".  Kalimat ini salah karena privatisasi bukan penerimaan tapi pembiayaan.

Dalam bab umum,  butir III dan IV disebutkan kegagalan BUMN memenuhi tujuannya,  lingkungan global yang berubah karena globalisasi,  privatisasi sebagai solusi,  dan privatisasi tidak berarti hilangnya kedaulatan.  Ini adalah saran Washington Consensus bahwa kepemilikan negara adalah sumber kegagalan dan masalah,  jadi harus dijual.  Padahal sumber kelemahan BUMN adalah  intervensi dari elit kekuasaan.  Solusinya adalah menghapus intervensi itu,  bukan menjual.  Temasek adalah bukti bahwa BUMN bisa menjadi pemain global.

Mekanisme privatisasi dibuat dengan kontrol minimal dari DPR.  Pasal 79-83 memberikan kekuasaan sangat besar kepada Komite Privatisasi.  Keputusan Komite cukup hanya "dikonsultasikan" kepada DPR,  bukan memerlukan "persetujuan" DPR.  Akibatnya privatisasi besar besaran tidak terkendala.

Ada lagi kasus pemberian release and discharge,  pelepasan dan pembebasan para obligor klas trilyunan rupiah.  Hakekatnya ini adalah penyanderaan negara oleh para konglomerat bermasalah.  Menkeu,  ketua BPPN,  mentri BUMN,  jaksa agung,  dan menko dengan sepengetahuan Presiden merekayasa lewat persetujuan Master of Settlement and Acquisition Agreement,  untuk melayani kepentingan beberapa konglomerat jago kandang.  Obligor yang melakukan pelangaran legal lending limit (batas pemberian kredit) dan membuat non-performing loan lepas bebas.

Grup Salim yang berhutang 52 trilyun rupiah menyerahkan aset yang dinilai oleh penilai aset seharga 50 trilyun.  Nilai aset itu sesungguhnya cuma 29 trilyun rupiah.  Tapi Salim sudah mendapatkan R&D.

Zaman SBY.

Pemerintah melanggar konstitusi dengan menetapkan anggaran pendidikan hanya 8% saja.  Pemerintah tidak mampu melakukan penghijauan kembali hutan yang gundul,  membeli senjata canggih untuk TNI,  menuntaskan flu burung,  memelihara jalan,  semua karena tidak ada uang.

Indonesia sudah menjadi negara melarat karena Indonesia sudah tergadaikan kepada korporasi asing lewat proses state capture corruption,  karena pemagang amanat rakyat masih bermental inlander.  Dari sekitar satu juta barrel produksi minyak Indonesia,  Pertamina hanya memproduksi sekitar 109 ribu barrel.  Sembilan puluh % dari 120 kontrak production sharing dikuasai oleh korporasi asing.

UU no 22 tentang migas memunculkan pengelolaan yang amburadul.  Kontrak production sharing menetapkan rasio antara Indonesia dengan asing adalah 85%:15%.  Tapi kontraktor asing pemegang operatorship menghitung duku cost recovery.  Biaya itu harus dibayar dulu kepada mereka baru dibagi dengan rasio di atas.  Hasilnya,  kata Kwik Kian Gie,  Indonesia mendapat 58,98% dan kontraktor asing 41,02%.

Sejumlah orang mengajukan UU no 22/2001 ke Mahkamah Konstitusi untuk melakukan uji material pada 2004.  Tapi sayang hanya diamandemen sebagian.

Perairan kita juga sudah dikuasai asing karena 46,8% muatan dalam negri memakai kapal asing.  Angkutan ekspor RI hanya 5% memakai kapal Indonesia.  Lebih dari 50% perbankan dikuasai asing.   Telekomunikasi sudah dikuasai asing.  Otomotif juga dikuasai asing.

UU no 25/2007 tentang penanaman modal asing adalah hasil kolusi eksekutif-legislatif dan sangat pro asing.   Pasal 6 (1) menerapkan asa non diskriminasi investor asing dan domestik,  tanpa escape clause.  Pasal 7 melindungi pihak asing dari tuntutan kepemilikan oleh negara.  Nasionalisasi hampir mustahil dilakukan karenanya.  Pembatasan porsi kepemilikan asing juga tidak ada,  padahal di negara maju saja ada.

Peraturan Presiden no 77/2007 dalam bagian c,  kepemilikan modal asing diperbolehkan memiliki 95% dalam usaha :  pembangkit listrik,  pengeboran minyak bumi di lepas pantai Indonesia timur,  transmisi tenaga listrik,  PLTN,  jasa pengeboran minyak bumi dan gas di darat,  pengembangan tenaga peralatan penyediaan listrik.  Di sektor pekerjaan umum,  kepemilikan asing boleh 95% untuk pengusahaan jalan tol,  juga air minum  dan pertanian.  Di sektor pendidikan,  asing boleh memiliki 49% saham pendidikan dasar dan emnengah,  tinggi dan non formal.

Cara korporasi asing mengeksploitasi Indonesia adalah dengan "membeli" legislasi.  Banyak UU merupakan pesanan kartel neo kolonial.

Bab VII  :  Kesimpulan dan saran.

Pemerintah sudah menjadi broken government.

Saran saran :

*  Siapkan kepemimpinan nasional alternatif yang berjiwa merdeka dan bebas,  harus orang muda yang punya wawasan nasional dan internasional,  idealnya lintas suku,  agama,  parpol dan latar belakang ekonomi dan sosial.

*  Mereka harus memahami bahwa kekuasaan adalah mandat dari rakyat jadi harus jujur dan bekerja keras untuk rakyat.  Kekuasaan bukan untuk memperkaya diri dan kepentingan pribadi.

*  Kepemimpinan nasional baru harus mempromosikan pentingnya kemandirian nasional.  Merdeka dan berdaulat dalam ekonomi,  politik,  hankam dan pendidikan.

*  Kerja sama luar negri harus berdasarkan kesetaraan dan saling menguntungkan.  Indonesia harus tidak menjadi budak yang melayani kepentingan korporasi asing.

*  Kepemimpinan baru harus tidak lagi jadi bagian state capture corruption yang membawa Indonesia ke kemiskinan dan kemunduran multi dimensi.  State capture corruption harus berhenti.

*  State capture corruption  adalah sumber segala kemunduran.

 *  Ekonom dibutuhkan untuk gabung ke KPK untuk membantu mengatasi kejahatan ekonomi.

Kaji ulang semua kontrak production sharing dengan jujur dan rasional.  Negosiasi ulang adalah suatu keharusan.

*  Indonesia harus menghormati pacta sunt survanda tapi harus tidak melupakan klausul rebus sic stantibus.  kepentingan nasional adalah nomor satu.  Kepentingan korporasi asing harus tidak di atas kepentingan nasional.

*  Hentikan pembunuhan lingkungan.

'* Buat badan arbitrasi nasional.

*  Kaji ulang semua HPH harus tidak ditunda.

*  Semua pemegang HPH yang merusak hutan harus dihukum.

* Pencurian pasir oleh dredgers asing harus dihentikan selamanya.

*  Menghapus hutang adalah agenda mendesak.  Anggaran defisit harus dihentikan.

*   Kepemimpinan nasional alternatif harus berhenti mengabaikan petani Indonesia.

*  Semua UU strategis harus ditinjau ulang.  UU tentang tambang,  penanaman modal,  BUMN,  pertanian,  perkebunan,  listrik,  perairan,  kehutanan,  yang merugikan Indonesia harus dikaji ulang.

*  DPR mendtang harus punya satu orientasi - melindungi dan menjunjung tinggi kepentingan nasional.  Mereka harus hentikan suap.

*  Media massa sebagai pilar keempat dan watchdog harus mengambil alih peran parlemen sebagai kontrols sosial jika parlemen terllau lemah melindungi kepentingan rakyat.

*  Konspirasi eksekutif- dan legislatif nyata dalam proses legsilasi.  Konspirasi beroperasi melalui bank Dunia,  IMF ,  Asian Development bank dan bandit ekonomi adalah mush masyarakat nomor satu.

*  Negosiasi ulang hutang.  Komitmen Indonesia pada fora internasional terutama pada WTO juga harus ditinjau ulang.

*  Rekonstruksi ulang kebijakan ekonomi nasional,  dari yang pro kreditor dan investor asing ke yang pro rakyat.

*  Tegakkan hukum tanpa diskriminasi.

Enam rujukan adalah :  lagu kebangsaan Indonesia raya,  sang saka merah putih,  bahasa Indonesia,  semboyan Bhinneka Tunggal Ika,  TNI dan Polri dan Panca sila.

Terakhir tentang penampilan fisik buku ini.  Mutu cetak buku ini cukup bagus.  Ukuran cukup bagus sehingag enak dipegang sewaktu membaca.  Sayangnya mutu penjilidannnay buruk sehingga baru dau minggu saja buku saya sudah lepas halamannya.

Bagaimanapun juga,  buku ini sangat inspiring.  Selamat berjuang Prof Amin Rais !  Semoga Allah merestui anda.

 



0 comments: